Konflik antara Israel dan Iran telah meluas menjadi berbagai aspek, termasuk penggunaan proxy dan operasi rahasia, mempengaruhi stabilitas regional secara signifikan. Dengan kedua negara ini menduduki peringkat atas dalam kekuatan militer di kawasan tersebut, Israel di peringkat 20 dan Iran di peringkat 14, setiap eskalasi konflik berpotensi memiliki dampak meluas yang tidak hanya mempengaruhi mereka tetapi juga negara-negara di sekitarnya .
Sejarah Permulaan Hubungan Israel-Iran
Kerjasama Awal dan Pengakuan Diplomatik
- Sebelum Revolusi Iran pada tahun 1979, hubungan antara Israel dan Iran cukup baik, dengan Iran menjadi salah satu negara mayoritas Muslim pertama yang mengakui keberadaan Israel pasca deklarasi kemerdekaan Israel pada tahun 1948.
- Pada tahun 1953, kedua negara ini memulai kerjasama diplomatik yang didorong oleh kekhawatiran bersama terhadap pengaruh Uni Soviet di Timur Tengah.
- Iran, di bawah kepemimpinan Shah, dan Israel bekerja sama dalam berbagai bidang, termasuk pertahanan dan keamanan. Iran mendukung Israel dalam konfliknya dengan negara-negara Arab dan membantu memasok sejumlah besar minyak, yang sangat vital bagi ekonomi Israel .
Kolaborasi Militer dan Ekonomi
- Selama dekade 1960-an, kedua negara ini mengembangkan hubungan yang lebih erat dengan berkolaborasi dalam proyek-proyek militer, termasuk dukungan terhadap pemberontak Kurdi di Irak serta pengembangan teknologi rudal .
- Israel menyediakan bantuan militer, teknologi, dan bahan pangan sebagai imbalan atas pasokan minyak dari Iran, yang pada waktu itu menyediakan sekitar 40% dari kebutuhan minyak Israel .
- Selain itu, Mossad, agen intelijen Israel, diketahui telah melatih Savak, polisi rahasia Iran, yang menunjukkan tingkat kerjasama yang tinggi di bidang keamanan dan intelijen .
Perubahan Dramatis Pasca Revolusi 1979
- Hubungan bilateral mengalami kemunduran dramatis setelah terjadinya Revolusi Iran pada tahun 1979. Revolusi yang membawa pemerintahan Ayatollah Khomeini kekuasaan ini segera mengubah orientasi kebijakan luar negeri Iran, yang kemudian secara resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel .
- Revolusi ini juga menandai titik awal konflik berkepanjangan antara Iran dan Israel, dengan Iran mulai secara terbuka mendukung kelompok-kelompok Palestina dan mengidentifikasi Israel serta Amerika Serikat sebagai musuh utamanya .
Perubahan Hubungan Pasca Revolusi Iran 1979
Revolusi Iran tahun 1979 merupakan titik balik yang signifikan dalam hubungan antara Iran dan Israel, yang sebelumnya memiliki hubungan diplomatik dan kerjasama yang erat. Ayatollah Khomeini, pemimpin revolusi, mengadopsi sikap anti-Israel dan memutuskan semua hubungan dengan Israel segera setelah revolusi . Pemerintahan baru ini mengubah nama kedutaan besar Israel di Tehran menjadi kedutaan besar Palestina, sebagai simbol dukungan terhadap Palestina dan penolakan terhadap Israel .
Pemutusan hubungan ini bukan hanya perubahan diplomatik, tetapi juga merupakan bagian dari strategi lebih luas Iran untuk membedakan dirinya dari negara-negara Arab yang bersekutu dengan Barat dan untuk mengukuhkan kredibilitasnya di dunia Muslim . Pemerintah baru Iran melihat Israel sebagai "Satan kecil" dan Amerika Serikat sebagai "Satan besar", menandakan peningkatan retorika dan tindakan yang bersifat anti-Barat .
Selain itu, pemerintahan Iran yang baru mendukung kelompok-kelompok seperti Hamas dan Hezbollah, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel dan Amerika Serikat. Dukungan ini tidak hanya menunjukkan solidaritas Iran terhadap Palestina tetapi juga sebagai upaya untuk meningkatkan pengaruh Iran di Timur Tengah dan menggalang dukungan dari kelompok-kelompok yang beroposisi terhadap kebijakan Barat .
Peran dan Pengaruh Di Timur Tengah
Konflik antara Israel dan Iran telah mempengaruhi dinamika kekuatan di Timur Tengah secara signifikan. Iran, dengan peringkat kekuatan militer dunia ke-14, telah mengembangkan teknologi militer canggih dan mendukung berbagai kelompok milisi yang menentang tindakan Israel terhadap Palestina . Dukungan ini termasuk peluncuran lebih dari 300 drone dan misil ke arah Israel pada tanggal 14 April 2024 sebagai respons terhadap serangan terhadap kedutaan mereka di Damaskus .
Dukungan Iran terhadap Milisi
Iran mendukung milisi dan kelompok proksi di negara-negara seperti Suriah, Irak, Lebanon, dan Yaman, yang telah memicu konflik proksi dengan Israel . Aliansi ini memperkuat posisi Iran dalam melancarkan serangan roket dan drone yang lebih kuat melalui kelompok-kelompok seperti milisi Syiah di Lebanon, Suriah, dan Irak, serta pemberontak Houthi di Yaman .
Pengaruh Regional dan Politik
Konflik ini juga telah menyebabkan kekhawatiran luas di Timur Tengah, dengan negara-negara seperti Arab Saudi dan UEA mendukung Israel . Keterlibatan negara-negara Arab ini mendapatkan dukungan internasional bagi Israel, termasuk dari negara-negara yang kritis terhadap tindakan Israel di Gaza . Di sisi lain, Jordan, yang terletak di antara Israel dan Iran, telah mengintersepsi proyektil dari Iran, menimbulkan pertanyaan tentang hubungan mereka dengan kedua negara tersebut dan menunjukkan bagaimana konflik Israel-Iran telah mengganggu keseimbangan regional .
Strategi Konflik: Proxy War dan Diplomasi
Penggunaan Proxy dan Taktik Diplomasi
Konflik antara Israel dan Iran seringkali melibatkan penggunaan proxy untuk mencapai tujuan politik dan militer tanpa terlibat langsung, yang mencerminkan kompleksitas modern dalam peperangan . Iran, misalnya, telah mendukung berbagai milisi di Timur Tengah, termasuk di Suriah, Lebanon, dan Yaman, yang bertindak sebagai pihak ketiga dalam konflik dengan Israel . Ini memungkinkan Iran untuk memperluas pengaruhnya dan menantang Israel melalui cara yang kurang langsung namun tetap signifikan.
Serangan dan Balasan
Pada awal April 2024, ketegangan meningkat ketika Israel melancarkan serangan di Damaskus yang mengakibatkan kematian tiga komandan Iran, yang memicu serangan balasan dari Iran dengan lebih dari 300 drone dan misil yang ditargetkan ke Israel. Ini menunjukkan eskalasi konflik yang bisa berubah menjadi perang regional, menandai perubahan signifikan dalam strategi militer kedua negara.
Sanksi Internasional dan Dampaknya
Menanggapi serangan tersebut, sanksi baru dikenakan oleh AS, Inggris, dan Uni Eropa, yang menargetkan individu dan entitas yang terlibat dalam produksi dan distribusi drone dan misil yang digunakan dalam serangan terhadap Israel . Meskipun sanksi ini bertujuan untuk menekan aktivitas militer Iran, efektivitasnya masih dipertanyakan, mengingat bahwa individu dan perusahaan yang disasar kemungkinan besar tidak memiliki aset yang signifikan di yurisdiksi negara yang memberlakukan sanksi .
Insiden yang Meningkatkan Ketegangan
Serangan dan Balasan
- Serangan Israel di Damaskus: Pada awal April 2024, Israel melancarkan serangan di Damaskus yang mengakibatkan kematian tiga komandan Iran, memicu serangan balasan dari Iran dengan lebih dari 300 drone dan misil yang ditargetkan ke Israel. Aksi ini menandai peningkatan ketegangan yang signifikan .
- Balasan Iran: Iran melancarkan serangan balasan dengan ratusan drone dan misil ke arah Israel sebagai tanggapan atas serangan Israel tersebut. Meskipun Israel mengklaim telah mencegat 99% dari serangan tersebut, serangan ini meningkatkan pertanyaan mengenai tindakan balasan selanjutnya dari Israel .
- Kondisi Setelah Serangan: Serangan ini mengakibatkan kerusakan signifikan pada bangunan dan melukai beberapa orang, menambah ketegangan antara dua negara tersebut .
Dampak Internasional dan Reaksi
- Kecaman dari Komunitas Internasional: Serangan tersebut mendapat kecaman keras dari Dewan Keamanan PBB dan pemimpin dunia lainnya, yang mendesak kedua pihak untuk menunjukkan sikap menahan diri dalam konflik ini .
- Panggilan untuk Menahan Diri: Amerika Serikat dan negara-negara lain telah menyerukan kedua pihak untuk menahan diri, mencerminkan kekhawatiran global terhadap potensi eskalasi lebih lanjut yang dapat mengganggu stabilitas regional .
Eskalasi Kekerasan
- Peningkatan Serangan: Iran telah berjanji untuk melakukan pembalasan terhadap Israel menyusul serangan udara di konsulatnya di Damaskus, yang menewaskan dua jenderal dan lima penasihat militer .
- Klaim Israel: Meskipun Israel tidak secara resmi mengomentari serangan tersebut, negara ini telah mengakui melakukan ratusan serangan di Suriah dalam beberapa tahun terakhir, yang menunjukkan pola intervensi militer yang berkelanjutan .
- Tindakan Balasan Iran: Sebagai balasan, Iran melakukan serangan rudal terhadap Israel, yang untungnya tidak mengakibatkan korban jiwa. Namun, serangan ini menandai peningkatan serius dalam konflik yang berlangsung .
Dampak Konflik terhadap Stabilitas Regional
Konflik antara Iran dan Israel telah menjadi sumber ketidakstabilan yang signifikan di Timur Tengah, mempengaruhi tidak hanya kedua negara tersebut tetapi juga memiliki dampak yang luas pada kawasan dan ekonomi global. Demonstrasi besar-besaran di Iran pada tahun 2022, menyusul kematian Mahsa Amini, telah menunjukkan kerentanan rezim tersebut terhadap kerusuhan domestik, meningkatkan kekhawatiran tentang potensi eskalasi konflik yang dapat memicu lebih banyak ketidakstabilan dalam negeri . Di sisi lain, kekhawatiran Israel terhadap kemampuan militer Iran dan potensi kerusuhan dalam negeri Iran menambah kompleksitas situasi .
Pengaruh konflik ini terhadap ekonomi global dan regional sangat nyata, dengan potensi untuk mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai salah satu contoh. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto, telah menyatakan kekhawatirannya mengenai dampak konflik ini terhadap pasar keuangan Indonesia . Kenaikan harga minyak global sebagai akibat dari konflik ini juga berpotensi mempengaruhi sektor-sektor lain di Indonesia, termasuk inflasi dan biaya logistik.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, terus memantau situasi untuk menjaga stabilitas Rupiah dan mengantisipasi dampak lebih lanjut dari konflik ini. Upaya ini termasuk mempersiapkan kebijakan strategis untuk memastikan bahwa ekonomi nasional tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang ditimbulkan oleh konflik tersebut .
Peranan Internasional dalam Konflik
Komunitas internasional, termasuk PBB, telah mengutuk eskalasi konflik dan menyerukan gencatan senjata. Dalam hal ini, PBB memainkan peran penting dalam memfasilitasi perdamaian antara Israel dan Palestina, termasuk memonitor situasi di Palestina dan membantu membangun kembali infrastruktur yang rusak.
Keterlibatan China dalam Konflik
China telah menyatakan "keprihatinan mendalam" atas eskalasi konflik terbaru antara Israel dan Iran. MFA Wang Yi dari China telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, mengekspresikan dukungan untuk respons terukur Iran dan mendesak semua pihak untuk menahan diri . China juga telah memanggil komunitas internasional, terutama negara-negara berpengaruh, untuk berperan aktif dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah . Lebih lanjut, China memiliki pengaruh ekonomi dan politik yang signifikan terhadap Iran sebagai mitra dagang utama dan penyedia peralatan keamanan, meskipun kemampuannya untuk mempengaruhi tindakan Iran dalam konflik berlangsung terbatas karena China lebih memilih strategi diplomatik dan ekonomi daripada tindakan paksa .
Peran Indonesia dalam Menangani Konflik
Pemerintah Indonesia diimbau untuk mencegah eskalasi konflik menjadi perang besar-besaran. Langkah-langkah yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia termasuk meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan darurat dan terlibat dalam diplomasi shuttle atau negosiasi backchannel untuk memediasi sengketa . Selain itu, respons Israel terhadap serangan Iran diperkirakan akan dikoordinasikan dengan Amerika Serikat, menunjukkan pentingnya kolaborasi internasional dalam mengatasi dinamika konflik ini .
Peluang dan Tantangan untuk Resolusi Damai
Israel disarankan untuk menjalankan kesabaran strategis dan tidak bereaksi secara impulsif untuk menghindari eskalasi lebih lanjut . Meskipun mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina tampak utopis karena upaya negosiasi yang gagal, terdapat beberapa faktor krusial yang perlu dipertimbangkan untuk mendirikan negara Palestina yang berdaulat. Faktor-faktor ini termasuk penggabungan faksi politik Hamas dan Fatah untuk realisasi kemerdekaan, pengakuan Israel oleh otoritas Palestina untuk koeksistensi yang damai, dan kemungkinan pengembalian komunitas Yahudi ke Eropa, seperti yang disarankan oleh Mahmoud Ahmedi Nejad .
Di sisi lain, pihak Palestina menghadapi tantangan signifikan karena tidak memiliki militer yang memadai, senjata, atau drone, yang membuatnya sulit untuk melawan kemampuan militer Israel yang lebih maju . Kekurangan ini menunjukkan disparitas besar dalam kemampuan pertahanan dan menegaskan kebutuhan akan pendekatan yang lebih berimbang dan realistis dalam negosiasi damai.
Mengingat kompleksitas yang ada, upaya diplomasi dan negosiasi harus memperhatikan kebutuhan dan keamanan kedua belah pihak, dengan mengakui dan mengatasi tantangan yang dihadapi Palestina dalam mengakses sumber daya militer dan pertahanan. Pemahaman ini penting untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif untuk dialog dan resolusi yang efektif.
Kesimpulan dan Pandangan Masa Depan
Melalui penelaahan yang mendalam tentang evolusi konflik antara Israel dan Iran, kita dapat melihat bagaimana peristiwa historis dan aksi politik telah membentuk dinamika kompleks yang kini mendominasi Timur Tengah. Hubungan yang semula didasarkan pada kerjasama telah berubah menjadi antagonisme pasca Revolusi Iran 1979, dengan kedua negara tersebut menempuh jalur konflik yang ditandai dengan penggunaan proxy dan aksi militer langsung. Peningkatan kekuatan militer kedua belah pihak, beserta dengan dukungan internasional yang mereka terima, semakin menegaskan pentingnya mencari solusi damai untuk mencegah eskalasi lebih lanjut yang berpotensi mengganggu stabilitas regional.