
Pemilihan pasangan hidup merupakan salah satu keputusan paling krusial dalam kehidupan seorang Muslim. Dalam konteks ini, terdapat diskursus penting mengenai bagaimana seharusnya proses pemilihan tersebut dilaksanakan, apakah berdasarkan nafsu belaka ataukah berlandaskan ilmu pengetahuan dan tuntunan agama.
Islam sebagai agama yang komprehensif, telah menetapkan prameter-parameter spesifik dalam pemilihan pasangan. Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menjelaskan: "Wanita dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung" (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini mengindikasikan bahwa meskipun terdapat berbagai kriteria dalam memilih pasangan, faktor agama harus diutamakan.
Pertama mengapa pendekatan ilmiah lebih dianjurkan adalah karena hal ini merupakan implementasi dari konsep tauhid dalam kehidupan praktis. Ketika seseorang menggunakan ilmu pengetahuan agama sebagai dasar pemilihan pasangan, ia sesungguhnya sedang mensubordinasikan keinginan pribadinya kepada kehendak Allah SWT, yang merupakan manifestasi dari tauhid dalam aspek seleksi pasangan.
Pendekatan berbasis nafsu dalam pemilihan pasangan sering kali mengedepankan aspek-aspek superfisial seperti penampilan fisik atau status sosial. Secara argumentatif, pendekatan semacam ini mengandung cacat logis yang signifikan. Data-data empiris menunjukkan bahwa pernikahan yang didasarkan semata-mata pada atraksi fisik memiliki tingkat keberlanjutan yang lebih rendah.
Sebaliknya, pemilihan pasangan bedasarkan keselarasan religius, intelektual, dan nilai-nilai fundamental mendemonstrasikan korelasi positif dengan stabilitas pernikahan. Ini karena:
- Keselarasan nilai-nilai fundamental menciptakan fondasi yang solid untuk menyelesaikan konflik
- Pemahaman terhadap hak dan kewajiban suami-istri dalam Islam memberikan kerangka kerja yang jelas
- Orientasi terhadap tujuan pernikahan yang sama yaitu mencapai ridha Allah memberikan arah yang konsisten
1. Ta'aruf Berbasis Syariat
Proses ta'aruf (perkenalan) dalam Islam bukanlah proses yang dilandaskan pada interaksi tanpa batas. Sebaliknya, ini merupakan pendekatan yang terstruktur, melibatkan pihak ketiga (wali atau mediator), dan berfokus pada aspek-aspek substansial seperti nilai-nilai hidup, visi keluarga, dan kompatibilitas intelektual. Argumentasinya adalah bahwa proses ini meminimalisir bias emosional dan memaksimalkan pertimbangan rasional.2. Istikharah sebagai Metode Validasi Spiritual
Islam mengajarkan istikharah sebagai mekanisme untuk memohon petunjuk Allah dalam pengambilan keputusan besar, termasuk pemilihan pasangan. Praktek ini menegaskan bahwa pemilihan pasangan bukan semata-mata keputusan individual, melainkan keputusan yang memerlukan validasi spiritual.3. Konsultasi dengan Ahli (Ahl al-'Ilm)
Mencari pendapat dari ulama atau orang yang memiliki pemahaman mendalam tentang agama merupakan mekanisme validasi intelektual yang penting. Argumentasinya adalah bahwa perspektif eksternal dari pihak yang memiliki kualifikasi keilmuan dapat mengidentifikasi aspek-aspek yang mungkin terlewatkan oleh individu yang terlibat langsung.Pernikahan dalam Islam bukan sekadar kontrak sosial, melainkan institusi yang memiliki dimensi ibadah. Oleh karena itu, pemilihan pasangan memiliki implikasi jangka panjang, tidak hanya bagi individu yang menikah tetapi juga bagi generasi berikutnya. Berdasarkan premis ini, terdapat argumentasi kuat bahwa pendekatan berbasis ilmu lebih menjamin pencapaian tujuan pernikahan dalam Islam:
- Sakinah (ketenangan) : dicapai melalui keselarasan spiritual dan intelektual
- Mawaddah (cinta) : dicapai melalui penghargaan terhadap nilai-nilai yang sam
- Rahmah (kasih sayang) : dicapai melalui pemahaman bersama tentang tujuan hidup
Oleh karena itu, masyarakat Muslim kontemporer perlu mengkaji ulang praktik-praktik pemilihan pasangan yang sering kali terpengaruh oleh budaya populer yang menekankan aspek superfisial. Alih-alih mengikuti tren tersebut, kembali kepada pendekatan yang digariskan oleh Islam yang menekankan ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama, dan pertimbangan rasional akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pembentukan keluarga Muslim yang kokoh dan berkelanjutan.