Idul Fitri seharusnya menjadi momen kebahagiaan dan kebersamaan, namun tak jarang berubah menjadi ajang interogasi. Pertanyaan-pertanyaan seperti "Sudah nikah belum?", "Kapan punya anak?", atau "Kerja di mana sekarang?" sering kali membuat sebagian orang merasa tidak nyaman.
Mengapa Pertanyaan Tersebut Bisa Menyakiti?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin terlihat sebagai bentuk kepedulian, tetapi bagi beberapa orang dapat menjadi tekanan batin. Seseorang mungkin sedang berjuang dengan masalah kesuburan, mengalami kesulitan ekonomi, atau menghadapi berbagai ujian kehidupan yang tidak terlihat.
Pandangan Islam tentang Menjaga Perasaan Sesama
Islam mengajarkan kita untuk menjaga perasaan sesama. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
"Seorang muslim adalah orang yang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengingatkan kita pentingnya menjaga ucapan agar tidak menyakiti perasaan orang lain, termasuk dalam momen silaturahmi.
Idul Fitri sebagai Momentum Pemurnian Diri
Idul Fitri hakikatnya adalah kembali kepada fitrah (kesucian). Setelah sebulan berpuasa, kita diharapkan menjadi pribadi yang lebih baik, termasuk dalam berinteraksi dengan sesama.
Alih-alih menghakimi dengan pertanyaan-pertanyaan yang berpotensi menyakiti, mari kita fokus pada:
- Menguatkan silaturahmi dengan tulus
- Saling mendoakan kebaikan
- Berbagi kebahagiaan tanpa membandingkan
- Menghormati privasi dan kondisi masing-masing
Memaknai Idul Fitri dengan benar adalah dengan saling memahami, bukan saling menghakimi. Mari jadikan momen suci ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan sesama. Bukan sekadar bertanya tentang status pernikahan, pekerjaan, atau keturunan, tetapi benar-benar menjalin silaturahmi dengan ketulusan hati dan kasih sayang.
Semoga Idul Fitri ini menjadi momentum bagi kita semua untuk kembali ke fitrah yang sesungguhnya, yaitu saling mengasihi dan menghormati.